Camat Kades Enggan Terbitkan SPH Serikat Tani

Tolak Langgar Perda

Pangkalan Balai – Pemkab Banyuasin tengahi permasalahan status kepemilikan lahan Serikat Tani desa Mukut kecamatan Pulau Rimau.

Mediasi bersifat terbuka, dipimpin dan dihadiri staf ahli Bidang Pemerintahan dan Hukum, Disperkimtan, Kabag Tapem dan Kerjasama kabupaten Banyuasin.

Melibatkan BPKH provinsi Sumsel, Camat Pulau Rimau, Kepala Desa Mukut, PT Hindoli di ruang rapat kantor Sekda Banyuasin, Jumat (14/3/25).

Kuasa Hukum dari LBH Nugraha Satya Darmawan mengatakan bahwa kliennya telah lama menempati dan mengusahakan lahan sejak tahun 1980 berdasarkan surat segel yang ditanda tangani pesirah seluas 375 Ha.

“Lahan yang diusahakan masyarakat tersebut tidak ada tumpang tindih kepemilikan dengan masyarakat lain,” pungkas Nugraha.

Lanjutnya, lahan yang dimohon tersebut sebelumnya sudah pernah diikutkan untuk diterbitkan SHM melalui Prona Tahun 2017 melalui Pemerintah desa Mukut namun sampai sekarang belum selesai.

Maka dirinya meminta kepada Pemkab Banyuasin untuk dapat membantu memberikan legalitas hak atas tanah demi kepastian hukum dengan cara diterbitkan SPHAT.

“Ini adalah hak 240 masyarakat yang memperjuangkan hak tanah mereka yang dikuasai kurang lebih dari tahun 1972 dan ingin memperoleh surat SPH dan meningkatkannya ke Sertifikat Hak Milik (SHM).” tandasnya.

Sementara pihak Manajemen PT Hindoli Yantono menegaskan PT Hindoli dan masyarakat tidak ada permasalahan. “Secara formal maupun informal komunikasi kita cukup baik, termasuk soal lahan ini,” tuturnya.

Yantono menjelaskan kronologi bahwa memang benar lahan yang dimohonkan hak tersebut masuk pelepasan kawasan hutan HPKV atas nama PT Hindoli berdasarkan SK 738/Menhut-II/2014 tanggal 2 september 2014.

“Lahan pelepasan tersebut diperuntukkan untuk kebun Plasma masyarakat yang akan bermitra dengan PT Hindoli, dan sudah menganggap kewajiban plasma sudah cukup dan terdapat sisa lahan pelepasan yang dilaporkan ke BPKH, Dinas Kehutanan provinsi Sumsel dan Pemerintah Daerah,” jelasnya.

Yantono juga menerangkan bahwa pihaknya juga sudah diundang ke Kanwil BPN pada tahun 2021 untuk menjelaskan pemanfaatan lahan pelepasan yang akan dijadikan sumber flora untuk masyarakat.

“Saya cukup kaget dengan undangan mediasi ini, sebab mediasi ini antara kedua belah pihak. Soal penerbitan SPH kan itu wewenang Bapak Kades, saya tidak punya hak untuk mengurus itu,” ungkapnya.

Sementara Camat Pulau Rimau Sumito menyatakan pemerintah kecamatan telah mengadakan pertemuan di kantor camat namun pada saat itu belum ada keputusan karena Pihak PT Hindoli tidak hadir.

Saat ditanya mengapa pihak pemerintah desa tidak menerbitkan SPH padahal sudah dijelaskan dari awal oleh pihak PT Hindoli terkait pelepasan lahan dan SK kementerian?.

“Pemerintah Desa belum siap untuk mengeluarkan SPH,” singkat Sumito dalam rapat tersebut.

Sumito menjelaskan, Pemerintah setempat tidak mengeluarkan SPH itu jelas berpedoman pada Peraturan Daerah (Perda) dan Undang-Undang yang ada.

“Perda kita Nomor 9 Tahun 2014 mengatakan jelas larangan bahwa Camat dan Kepala Desa membuatkan surat atas tanah. Ada ketentuan melarang kita untuk membuatkan SPH,” ungkapnya.

Alamsyah Rianda berharap masyarakat dapat mengkonfirmasi ulang kepada BPN dan Dinas Perkimtan provinsi Sumatera Selatan.

“Kalau secara fisik itu sudah dikuasai masyarakat, akan tetapi secara etika dan administrasi kita perlu berkordinasi dengan pihak-pihak lain dan tindak lanjut dari rapat ini kami akan berkordinasi dengan BPN dan Dinas Kehutanan provinsi Sumatera Selatan,”katanya.

Terkait pungli yang dilakukan oleh oknum pada 2017 lalu, dirinya menuturkan sesuai kapasitas untuk membantu masyarakat terkait isu-isu pungutan liar secara etika itu tidak diperbolehkan.