Suwito : Otto dinilai lupa sejarah
MCP – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Federasi Advokat Republik Indonesia (FERARI) Sumsel Suwito Winoto menanggapi.
Pernyataan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan terkait pentingnya mewujudkan Single Bar bagi organisasi advokat di Indonesia.
Suwito menilai pernyataan Otto tersebut mengabaikan sejarah perjalanan organisasi advokat di Indonesia yang berakar pada semangat pluralisme dan demokrasi.
Sebelum hadirnya Peradi, advokat di Indonesia terdiri dari berbagai organisasi.
“Banyak organisasi advokat yang telah berkontribusi besar bagi dunia hukum di negeri ini,” ujar Suwito, Senin (23/12).
Pandangan Otto yang menyebut Peradi sebagai satu-satunya wadah organisasi advokat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Otto Hasibuan lupa bahwa UU Advokat sebenarnya tidak pernah secara eksplisit menyatakan bahwa Peradi adalah satu-satunya organisasi advokat. Hal ini adalah interpretasi yang dipaksakan,” tegas Suwito.
Suwito mengingatkan bahwa pasca-pengesahan UU Advokat, semangat awal adalah menciptakan organisasi advokat yang independen tetapi tanpa menghilangkan keberagaman yang telah ada sebelumnya.
Dia mengatakan Peradi mungkin lahir dengan mandat tertentu, tetapi itu tidak berarti menghapus keberadaan organisasi lain yang juga diakui secara de facto.
Suwito menjelaskan bahwa sejak awal 2010-an, muncul banyak organisasi advokat lain yang juga mengusung visi memperbaiki kualitas profesi hukum di Indonesia.
“FERARI adalah salah satunya dan kami berdiri untuk menjaga demokrasi dalam profesi advokat,” ujar Suwito.
Suwito berargumen bahwa monopoli oleh satu organisasi seperti Peradi justru berisiko menurunkan kualitas dan inovasi dalam profesi advokat.
“Persaingan sehat antara organisasi dapat mendorong peningkatan kualitas advokat dan layanan hukum,” katanya.
Menurut Suwito, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan hukum harus membuka ruang dialog yang inklusif untuk menyatukan pandangan berbagai organisasi advokat, bukan memaksakan konsep single bar.
“Kami mendukung regulasi yang lebih baik untuk advokat, tetapi itu harus melalui proses yang demokratis, bukan otoritarian,” tutupnya.
Dengan demikian, Suwito berharap semua pihak, termasuk Otto Hasibuan dapat lebih menghormati keberagaman dan sejarah panjang perjalanan organisasi advokat di Indonesia.
“Otto jangan lupa sejarah, karena sejarah membuktikan bahwa kekuatan advokat ada pada pluralisme, bukan monopoli,” pungkas Suwito.(*)