PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI LUAR PENGADILAN

Palembang, MCP New seminar series ketiga yang diadakan Yayasan Pena (Yapena) bekerjasama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta menggandeng media partner Nagara News Network (Nagara.id), Swara.id, Pos Kota Sumsel yang berlangsung di Hotel Batiqa, Palembang Senin (19/12/2022), disambut antusias peserta.

Peserta merupakan para korban sengketa tanah, korban mafia tanah, advokat yang menangani kasus-kasus tanah, perbankan, pengembang dan akademisi di bidang hukum.

Panitia Seminar Berkoodinasi dengan Kanwil ATR/BPN Provinsi Sumsel
Hal tersebut disampaikan Ketua Panitia A.Edison Nainggolan tiga hari menjelang pelaksanaan seminar. Adapun seminar ini bertujuan untuk mendorong upaya mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa tanah di luar pengadilan. “Peserta seminar sejauh ini sudah sesuai target dan mereka sangat antusias untuk hadir dan mengikuti seminar bidang pertanahan ini,” kata Edison, Kamis (16/12) lalu.

Edison mengatakan, acara ini terselenggara berkat dukungan Kementerian ATR/BPN dan jajarannya termasuk Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, Kantor Pertanahan di Provinsi Sumsel, Bank BNI, Bank Sumsel Babel, dan PT. Pusri yang turut menjadi sponsor sekaligus mengirimkan peserta.

Sebagaimana diketahui, seminar Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan di Palembang merupakan rangkaian dari dua seminar sebelumnya yang diselenggarakan di Semarang, Jawa Tengah, pada 31 Agustus 2022, dengan tema “Melawan Mafia Tanah dengan Strategi Manajemen Perang” dan di Serang, Banten, pada 12 Juli 2022 dengan tema yang sama dengan tema seminar di Palembang.

Tema ini diangkat kembali mengingat upaya penyelesaian sengketa tanah secara non litigasi relatif belum begitu popular, sehingga perlu didorong, antara lain melalui seminar dan Focus Group Discusion (FGD) dimaksud.

Di tempat berbeda, Ketua Yayasan Pena, Ahmed Kurnia mengatakan, tak bisa disangkal sengkarut masalah pertanahan masih menjadi problem serius di negeri ini.

“Para pemilik tanah, bahkan yang telah mempunyai sertifikat hak milik (SHM) sekali pun, dapat dengan mudah kehilangan haknya atas tanah tersebut, diserobot dan dirampas oleh pihak-pihak tak bertanggungjawab. Aksi perampasan tanah ini biasanya melibatkan pemodal, oknum notaris/PPAT, oknum pegawai BPN, serta oknum yang memiliki kekuatan dengan pejabat,” urainya.

Ditambahkan Ahmed, berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tanah Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutkan ada sejumlah pengaduan yang diterima Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) sejak 2020 rinciannya, antara lain, korupsi atau pungli (13), pertanahan atau perumahan (239), masalah hukum atau peradilan (294), lingkungan hidup (1), dan umum (7). Hingga akhir 2021, IBI telah menangani 201 aduan, joint audit dengan dirjen teknis 5 aduan, pelimpahan penanganan ke Kanwil ada 412 aduan, sementara yang masih dalam proses 159 aduan.

Selain seminar dan FGD yang diselenggarakan, juga diadakan sesi Konsultasi dan Advokasi bagi korban mafia tanah, dengan menampilkan praktisi hukum, anggota dewan, serta aparat penegak hukum, dan pihak Kementerian ATR/BPN. Dengan demikian diharapkan acara seminar dan FGD ini akan dapat lebih membekas dan membawa manfaat nyata bagi upaya-upaya penyelesaian sengketa pertanahan.

 

H.D